Quo Vadis Lembaga Eksekutif dan Legeslatif dan Kesadaran Para Pimpinan Organisasi Advokat (OA)
Konflik Organisasi Advokat yang terjadi, dikarenakan oleh beberapa pimpinan OA yang tidak pernah sadar situasi dan fakta yang terjadi saat ini. Adanya beberapa propaganda dari Pimpinan OA yang merasa bahwa OA mereka yang lebih sah dan benar serta diakui oleh Mahkamah Agung. Pada hal saat ini MA tidak pernah menyatakan dan intervensi atas keabsahan OA yang mana diakui oleh MA. Dimana memang awalnya MA pernah turut intervensi dalam dunia advokat terutama melaksanakan kewajibannya atas perintah UU dalam melaksanakan pengambilan sumpah oleh Ketua PT saat itu yang diperkenankan hanya Advokat yang diajukan oleh OA Peradi, inilah merupakan sisi gelapnya MA dalam mencampuri dunia advokat.
Menyatakan bahwa UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat bersifat single bar bukan multi bar, maka OA yang berlaku sah adalah satu. Tanpa mempedulikan fakta bahwa telah adanya beberapa ketentuan hukum berupa Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009, MK menafsirkan PT wajib mengambil sumpah para advokat tanpa mengaitkan keanggotaan organisasi advokat yang ada saat itu telah memutuskan bahwa OA yang dinyatakan sah adalah KAI dan Peradi, dan bahwa seluruh Advokat dari OA KAI dan Peradi dapat disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi.
Kemudian adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 112/PUU-XII/2014 dan 36/PUU-XIII/PUU-XIII yang putusannya menyatakan bahwa pengadilan tinggi atas perintah undang-undang wajib mengambil sumpah para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan keanggotaan organisasi advokat yang secara de facto ada, yaitu PERADI dan KAI.
Faktanya Ketua Mahkamah Agung melalui Surat Ketua MA Nomor 73/ KMA/ HK.01/IX/ 2015, MA intinya menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun menyatakan bahwa Advokat dari keseluruhan OA dapat disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi.
Akibat dari Surat Ketua Mahkmah Agung tersebut, terjadi kenyataan yang menjadi fakta mutlak saat ini banyaknya Organisasi Advokat (OA) baru yang telah berdiri dan melahirkan para Advokat dan dapat dilaksanakan penyumpahan oleh Ketua PT.
Sudah selayaknya para pimpinan OA menyadari serta menerima kenyataan fakta yang ada, sehingga yang menjadi tuntutan saat ini sepatutnya para OA segera mendesak Pemerintah selaku Lembaga Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat selaku Lembaga Legislatif untuk segera melakukan perubahan undang-undang advokat yang bersifat multi bar.
OA didalam kompetisinya seharusnya membangun persaingan yang sehat dengan saling membuktikan kualitas OA masing-masing, melahirkan Advokat-Advokat yang berkualitas, bukan saling menjatuhkan atau menjelekan OA lain.
Sistem multi bar dapat menciptakan persaingan yang sehat dan kompetitif dimana organisasi dapat berjalan secara profesional dan demokratis sehingga dapat eksis dan tumbuh secara optimal.
Terkait bentuk wadah tunggal, sepanjang sejarah organisasi advokat di Indonesia yang secara riwayat, maka dapat disimpulankan bahwa konsep wadah tunggal memang tidak pernah dapat diterapkan di negara ini. Melihat sejarah pembentukan organisasi advokat di Indonesia yang selalu mengalami konflik disaat adanya keinginan disatukan dalam wadah tunggal organisasi advokat (single bar), maka dapat disimpulkan secara situasional alamiah kondisi Indonesia menganut multi bar, hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah organisasi advokat yang ada saat ini.
Berdasarkan situasi yang telah dipaparkan di atas, maka selayaknya para OA dan para Advokat tidak perlu lagi bermimpi untuk memaksakan single bar, melainkan bersama-sama untuk melakukan terlaksananya perubahan terhadap undang-undang advokat serta mengatur ketentuan tentang legalitas OA yang sesuai dengan UU Advokat bukan patuh dan tunduk terhadap persyaratan legalitas UU Perkumpulan, UU Merek. Membentuk Dewan Kehormatan bersama dan Dewan Pendidikan Advokat yang sifatnya memberikan standar kualitas materi pendidikan namun bukan yang melaksanakan PKPA. Sehingga OA walaupun bersifat multi bar namun ada standar pendidikan bersama dan etika profesi besama. Dengan demikian sangat diharapkan konflik Organisasi Advokat antar pengurus organisasi advokat yang berkepanjangan di Indonesia segera diselesaikan, sehingga organisasi advokat dapat berperan secara maksimal dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai organisasi advokat untuk melahirkan profesi advokat yang profesional yang dapat mewujudkan hukum yang menciptakan keadilan dan berkepastian hukum.